Log in to access resources reserved for MDRT members.

Agu 17 2020

READ 00:03:42

Memaksimalkan konferensi video

Ide untuk solusi teknologi dan cara membuat nasabah mau dan fokus pada pertemuan virtual.

BANYAK DI ANTARA NASABAH SAYA orang tua dengan anak yang masih kecil, dan masa karantina beberapa bulan terakhir telah menjadi masa cobaan berat bagi mereka. Di Singapura, biasanya kedua orang tua bekerja — di generasi sekarang ini, tidak banyak perempuan menjadi ibu rumah tangga. Jadi, saya harus lebih peka dalam berinteraksi dengan mereka karena mereka harus membagi waktu untuk keluarga sembari bekerja dari rumah.

Dulu, saya cukup menelepon untuk meminta janji temu tinjauan polis tahunan. Sekarang, sulit sekali untuk mendapatkan perhatian mereka. Saya rajin mengirim pesan siar WhatsApp mengenai produk baru atau perubahan dalam skema bantuan yang dijalankan pemerintah untuk membantu warga Singapura selama pandemi COVID-19.

Pemerintah sebetulnya telah banyak membantu warga — dalam dua bulan terakhir mereka telah mengucurkan dana sebesar kira-kira $100 miliar. Saya mengirimkan kabar seperti ini kepada nasabah karena mungkin mereka tidak sempat membacanya sendiri. Kabar baik penting untuk menjaga semangat.

Saya menyebar pesan singkat setiap hari selama bulan April. Tidak apa-apa jika tidak dibaca karena saya sudah punya rencana tindak lanjutnya.

Bulan Mei, saya mengirimkan kue yang, jika ditotal, menghabiskan biaya $1.500, untuk para nasabah top saya. Saya memesannya dari salah satu teman, pengusaha sebuah toko roti kecil – sekaligus untuk membantunya juga. Di masa-masa seperti ini, saya rasa kita perlu membantu usaha lokal untuk tetap beroperasi.

Lazimnya di Asia, kami menjunjung sikap berterima kasih dan membalas kebaikan dalam relasi bisnis. Di masa penyesuaian yang penuh tekanan seperti ini, kue yang dikirim pada saat yang tepat sangat diapresiasi, karena salah satu hobi orang Singapura adalah makan. Di samping itu, hal ini menunjukkan bahwa relasi kami tidak bersifat transaksional semata; saya pun memikirkan kesejahteraan dan kebahagiaan para nasabah saya.

Para nasabah muda, khususnya, menyukai tindakan ramah-tamah seperti ini. Kuenya cantik dan fotonya cocok diunggah sebagai konten Instagram. Kartu yang saya sertakan pun didesain apik karena pemilik toko roti yang merancangnya sangat kreatif.

Mereka-mereka ini juga menerima pesan yang saya kirim lewat WhatsApp tadi. Jadi, ketika mereka mengirim pesan ucapan terima kasih, yang disertai foto kue, lewat WhatsApp, tak lupa saya bertanya apakah pesan-pesan yang saya kirim sudah mereka baca. Saya menyarankan agar kami meluangkan waktu selama 45 menit, mengikuti jadwal mereka, untuk membahas semua informasi itu.

Kadang mereka membalas, “Kenapa tidak lewat WhatsApp saja? Kenapa tidak lewat telepon saja?” Saya katakan bahwa untuk hal-hal tertentu saya ingin membagikan materinya lewat konferensi video agar mereka bisa lebih memahaminya. Lalu, dari pertemuan video 45 menit itu, saya bisa mengatur janji temu ke depannya.

Saya memakai Webex untuk janji temu ini karena sebagian nasabah khawatir soal isu keamanan platform Zoom. Webex gratis dan, dari beberapa cerita, tampaknya lebih aman. Satu-satunya masalah adalah bahwa orang sekarang lebih terbiasa dengan Zoom. Karena itu, mereka perlu sedikit dipandu saat menggunakan Webex. Saya menenangkan mereka, “Jangan khawatir, prosesnya sama persis. Tidak sulit-sulit amat, kok.”

Saya juga mendorong mereka untuk menggunakan laptop atau iPad untuk diskusi kami karena layar ponsel terlalu kecil dan mereka bisa hilang fokus. Mereka tidak bisa berkonsentrasi. Saya perhatikan, kalau orang sudah menghadap layar ponsel selama lebih dari 30 menit, mereka tidak lagi mendengarkan.

Saya masuk ke ruang virtual dengan laptop dan iPad, menggunakan aplikasi GoodNotes di iPad saya. Seolah kita sedang bertemu orang secara langsung sembari menuliskan catatan. Dalam konferensi video, jika kita berbagi layar lewat iPad dan menggunakan kamera laptop untuk menampilkan wajah, orang akan tetap bisa melihat kita dan catatan yang ditulis di iPad dengan pena Apple.

Pemakaian dua perangkat ini penting supaya mereka tetap bisa melihat wajah Anda dalam posisi tegak dan baik saat Anda membagikan layar. Bayangkan jika hanya memakai iPad untuk kamera dan berbagi layar. Semisal iPad diletakkan untuk menuliskan catatan dan kameranya menghadap ke atas, yang prospek lihat di video adalah dagu dan lubang hidung kita. Tentu itu bukan impresi yang ingin kita berikan, bukan?

Saya menerima banyak komentar bagus mengenai proses ini dari nasabah. Mereka merasa seperti benar-benar bertemu langsung dengan saya.

Saya melakukan dua eksperimen bersama seorang kolega. Saya memintanya untuk menyajikan topik yang belum pernah saya dengar. Saya mendapati bahwa, saat dia menuliskan catatannya di layar yang dibagikan dan mulai berbicara di kamera video, pandangan saya terfokus padanya. Ini membantu konsentrasi saya.

Namun, jika yang saya lihat hanya tulisannya saja, pikiran saya mulai melantur karena saya tidak begitu paham dengan hal yang disajikan di layar karena itu memang bukan bidang keahlian saya. Inilah beberapa poin yang saya rasa efektif bagi saya sendiri.

Naomi Chua Yi-Shyan adalah anggota MDRT selama delapan tahun dari Singapura. Hubungi Naomi di naomichuays@rep.greateasternfa.sg.