Log in to access resources reserved for MDRT members.
Naik kelas referensi
Naik kelas referensi

Mar 01 2025 / Majalah Round the Table

Naik kelas referensi

Setel strategi referensi untuk nasabah kelas atas.

Topik bahasan

Bagaimana agar bisa dikenalkan dengan prospek high-net-worth (HNW), dan sudahkah nasabah tahu profil prospek ideal Anda? Selain itu, apa cara halus untuk menolak referensi yang tidak pas dengan pasar sasaran Anda? Tristan Hartey, Dip FA, BA (Hons), anggota 11 tahun MDRT dari Chester, Inggris, Britania Raya, dan Bill Cates, coach referensi dan pendiri Cates Academy for Relationship Marketing, membahas kiat untuk menarik referensi idaman ini di salah satu episode podcast MDRT. Untuk siaran lengkapnya, kunjungi mdrt.org/get-referred-up-to-HNW-clients.

Cates: Lazimnya, orang memberi referensi yang setara atau di bawah taraf ekonominya. Maka, memilih sumber referensi jadi penting. Kalau minta dari nasabah C, mungkin akan dapat referensi ke prospek C atau D. Kadang ada durian runtuh; kita direferensikan ke prospek kaya raya. Tapi ya, kalau ingin melebarkan peluang, mintalah dari nasabah A dan B. Hemat saya, naik kelas referensi itu perlu edukasi. Orang harus tahu siapa yang paling efektif Anda layani dan proses Anda khusus untuk siapa. Dan perhatikan, saya bilang siapa yang paling efektif Anda layani, bukan siapa yang Anda cari.

Kerangka pikirnya harus apa yang terbaik untuk prospek dan nasabah. Jelaskan bahwa Anda merancang proses yang paling efektif untuk kalangan ini. Lalu lanjutkan dengan “yang seperti Anda sendiri,” karena Anda meminta dari pihak yang mengenal orang yang memang masuk kriteria. Baik itu aset, penghasilan, psikografi, atau demografi, terang jelaskan karena, jika ingin dapat yang cocok, Anda harus menjabarkan kriterianya dengan jernih. Ini cara bagus menanam benih referensi.

Banyak klien mengenalkan saya ke kalangan yang mereka kira cocok dengan keahlian saya. Saya tahu saya tidak bisa mendampingi semua, tapi kalau ingin bicara dengan referensi, jangan sampai waktu mereka dan waktu Anda terbuang sia-sia gara-gara harus bertemu langsung. Jadi, bicaralah lewat telepon atau Zoom. Setelah mengedukasi mereka tentang proses Anda, mereka mungkin akan mundur sendiri. Kalau Anda punya penasihat junior, bagus karena prospek bisa dirujuk kepadanya dan tetap dibantu meski bukan oleh Anda. Setelah obrolan awal itu, hubungi nasabah yang mereferensikan prospek dan katakan, “Senang bisa mengobrol dengan teman Anda; orangnya baik, tapi kami sepakat belum waktunya kami bekerja sama.” Itu kata-kata kuncinya. Nasabah perlu dengar kabar dari Anda sebelum mendengar dari temannya yang mungkin agak kesal karena Anda tidak mau menjadi konsultannya.

Hartey: Saya suka ungkapan “belum waktunya” karena calon nasabah jadi tidak merasa inferior. Salah satu hal yang kami lakukan setiap tahun adalah meninjau proses dan mencermati nasabah ideal kami, lalu menaikkan angkanya 10% atau 20% tiap tahun. Kemudian, saat meminta referensi dari 50 atau 100 nasabah teratas, kami tampilkan angka itu dalam presentasi. Kami bilang, nasabah sasaran kami punya aset sekian, dana segar sekian, dan angka itu naik setiap tahun. Lalu nasabah mengerti bahwa itulah kriteria yang kami cari karena angkanya kami tunjukkan dengan jelas.

Kalau minta dari nasabah C, mungkin akan dapat referensi ke prospek C atau D. Mintalah dari nasabah A dan B.
—Bill Cates

Cates: Saya rasa itu bagus, ya. Anda mengedukasi mereka lewat contoh dan model yang Anda pakai. Kembali lagi ke wacana edukasi nasabah untuk naik kelas referensi. Salah satu cara menanam benih referensi dan membuka peluang perkena-lan adalah dengan berkata bahwa Anda pasti menyempatkan diri untuk diajak konsultasi dengan siapa pun yang dirasa dapat menuai manfaat dari keahlian Anda. “Konsultasi” adalah kode seleksinya. Jika masih baru di bisnis ini atau sedang butuh aktivitas, hindari kata “konsultasi” dan bilang Anda mau menyempatkan diri untuk diajak ngobrol. Tapi kalau mau agak lebih selektif, bilang Anda mau menyempatkan diri untuk “konsultasi”. Saya sering bertemu penasihat yang melayani siapa pun, dan saya rasa boleh-boleh saja kalau itu keputusan strategis, bukan normanya. Orang pantas dilayani, dan mungkin Anda perlu menambah skala usaha dan mencari penasihat junior untuk bantu mendampingi mereka.

Ada cerita berkesan tentang nasabah HNW yang melampaui ekspektasi awal Anda?
Hartey: Ada nasabah saya yang agak tertutup. Dia datang tapi enggan mengungkap angkanya, dan maunya mulai dengan paket investasi yang lebih kecil dari yang biasanya kami tangani. Saya sudah hampir berkata, “Maaf, mungkin belum waktunya,” tapi saat itu saya masih baru dan merasa, okelah dicoba saja dulu.

Jadi, saya kerjakan sesuai angka yang diminta. Kami presentasikan, dan di akhir rapat kedua, dia berbalik dan menyodorkan berkas baru berisi nilai kekayaannya. Sepuluh kali lebih besar dari paket investasi awal yang kami rencanakan, dan itu semua karena dia suka dengan level layanannya. Dia sudah konsul ke penasihat lain, tapi ditolak karena datang dengan mobil biasa dan tidak tampak seperti orang berada. Dia hanya ingin diperlakukan dengan baik.

Jadi, saat menerima atau menolak prospek, lakukanlah dengan cara yang tepat. Tapi kalau mau agak menunggu, jangan menilai buku dari sampulnya saja. Dia orang yang sudah mencoba beberapa kantor konsultan. Saya merasa mungkin ada yang belum tersingkap karena, agaknya ganjil bila Anda lihat-lihat banyak konsultan jika tak punya dana besar.

Cates: Kalau saya, kejadiannya dengan penasihat saya sendiri. Kami sedang main golf dan dia berkata, “Bill, aku cuma ingin kamu tahu bahwa aku banyak mendampingi kalangan super kaya.” Saya bilang, “Bagus, senang mendengarnya. Apa definisi super kaya?” Dia bilang $30 juta, dan dia baru saja dapat nasabah dengan kekayaan $40 juta. Saya tanya, “Lantas aku bagaimana?” Katanya, “Jangan khawatir, Bill. Kamu tetap nasabah bagiku. Nasabah lama tetap kutangani; aku hanya ingin cerita saja.” Kalau sudah akrab, kita bisa begitu. Jika sudah mantap beralih ke kelas pasar di atas nasabah, Anda terus terang saja dan katakan bahwa dia tidak perlu khawatir. Tapi kalau tidak hati-hati, orang bisa jadi grogi. Jangan sampai Anda berkata, “Belakangan kami menangani kalangan ini dan, jujur saja, kelas ekonominya di atas Anda.” Yang penting adalah cara menyampaikannya. Mereka boleh jadi grogi karena sudah tidak sesuai lagi atau mengerti bahwa Anda punya segmen yang lain dan ingin bersikap terbuka mengenai hal itu, dan mungkin mereka juga bisa ikut membantu.

Hartey: Pernah beberapa nasabah bertanya, “Kami masih bisa menjadi nasabah Anda?” Dan jawabannya tentu saja, ya. Kami sekadar menangani aneka segmen nasabah dengan isunya masing-masing. Misalkan nasabah adalah pensiunan dengan aset setengah juta dolar. Anda senang dengannya dan tetap ingin menjadi konsultannya. Anda tetap membuatnya merasa dihargai, tapi juga bilang bahwa Anda mampu mendampingi nasabah dengan kekayaan $5 juta, $10 juta, $15 juta, dst. Jadi seimbang; dia pun merasa tetap relevan dan Anda akan terus melayaninya dengan baik. Anda membuatnya merasa tenang, dan terus mengedukasinya agar referensi Anda naik kelas, alih-alih tinggal atau bahkan turun kelas.

Kontak

Bill Cates billcates@referralcoach.com
Tristan Hartey tristan@harteywm.co.uk