Log in to access resources reserved for MDRT members.
Berlatih pensiun
Berlatih pensiun

Mei 01 2025 / Majalah Round the Table

Berlatih pensiun

De Leon sudah rencanakan gaya hidup kombinasinya dengan tujuan pensiun dini.

Topik bahasan

Penasihat keuangan paling mengerti bahwa pensiun terbaik adalah yang direncanakan dan dipersiapkan secara finansial dan mental. Tak satu pun orang ingin terpaksa pensiun karena penyakit atau masalah lainnya. Pun demikian, kata anggota 11 tahun MDRT Marlon Vernon Teka De Leon, LUTCF, “Ada banyak contoh orang di profesi kita yang ibarat tukang sepatu yang sepatunya bolong. Lupa mengurus diri sendiri.”

Orang perlu serius menanggapi masa pensiun, terlebih penasihat keuangan, yang seyogianya menjadi teladan bagi nasabah dan orang sekitarnya. “Saya ingin nasabah merasa bisa mencontoh saya,” kata De Leon, yang kantornya menangani sekitar 1.000 nasabah dengan tim beranggotakan tujuh penasihat dan tiga staf kantor. Ia tinggal dan bekerja di Trinidad dan Tobago, yang minim akan cerita positif tentang masa pensiun.

“Di negara saya, 70% penduduknya, saat menginjak usia 65, sayangnya tak bisa pensiun,” katanya.

Mengubah narasi pensiun

Meski segi keuangan sudah memadai, pensiun itu bukan tujuan finansial semata, mengingat fase usia senja dihinggapi kesan negatif tak lagi berguna dan berharga bagi masyarakat. Narasi itu mungkin berasal dari generasi-generasi lama, saat usia harapan hidup di negara itu lebih rendah. Pada 1960, usia harapan hidup umum di Trinidad dan Tobago adalah 66 tahun. Saat orang pensiun di usia 65, masa senja mereka singkat. Usia harapan hidup naik di berbagai belahan dunia. Maka, kurun pensiun kini lebih panjang, dan jadi bagian yang lebih besar dari rentang hidup kita dibanding generasi sebelumnya. Selain itu, cara kerja dan cara pensiun kini lebih banyak pilihannya. Tapi, sebagian enasihat keuangan belum menyiapkan diri sendiri untuk masa pensiunnya.

De Leon (47 tahun) telah merencanakan dan berlatih pensiun sejak usia 38. Targetnya adalah pensiun penuh saat berusia antara 55 dan 60.

“Saya percaya, pensiun itu lebih dari tujuan keuangan semata,” kata De Leon. “Bagi saya, ia target gaya hidup, yang tidak cuma soal usia. Tergantung gaya hidup yang ingin dijalani. Ada yang memilih untuk memperpanjang masa karier atau beralih ke hal lain. Saya mengambil pendekatan kombinasi, yaitu berlatih pensiun.”

Berlatih pensiun

Apa yang ia maksud dengan berlatih pensiun?

“Saya kini bisa menikmati hal-hal yang ingin saya lakukan,” kata De Leon. “Artinya, menikmati hidup selagi sehat dan mampu. Berlibur, waktu untuk anak, sahabat, keluarga, mencicipi aneka makanan, dan sebagainya.”

Dengan melakukan semua aktivitas itu sekarang, ia bisa lebih memahami berapa dana untuk ditaruh di anuitas sehingga gaya hidup yang selama ini ia latih bisa dijalani nanti.

“Saya mau pastikan, saat pesawat siap mendarat, ada cukup landasan pacu,” kata De Leon. “Jangan sampai masa pensiun saya belum habis, tapi uang sudah habis. Saya ingin masa pensiun saya jadi bukti atas rencana saya tidak hanya untuk nasabah, tapi juga diri sendiri.”

Metode perencanaan pensiunnya diawali dengan hal yang juga ia amalkan untuk menjadi penasihat keuangan sukses — disiplin. “Sekitar 20% atau 30% dari penghasilan sebelum pajak mesti ditabung untuk pensiun,” katanya.

Saya mau pastikan, saat pesawat siap mendarat, ada cukup landasan pacu.
—Marlon De Leon

Banyak yang menabung kurang dari itu, tapi De Leon endorong nasabahnya untuk berkomitmen pada target tersebut. “Jika ingin nyaman di usia senja, harus berkorban sekarang agar tidak berkorban nanti,” kata De Leon, disusul komentar bahwa rencana pensiun kombinasinya ini dievaluasi setiap lima tahun.

De Leon belajar dari mentornya, anggota 23 tahun MDRT Sanjay Tolani, Ph.D., MBA. “Dia sudah menjalani gaya hidup pensiun kombinasi sejak saya mengenalnya,” kata De Leon. “Dia jalan-jalan setiap tiga bulan. Bisa begitu karena dia membiayai hidupnya saat ini dengan 60% penghasilannya, dan 40% sisanya disetor ke tabungan pensiun dan investasi.”

Menghormati pilihan

Fokus De Leon pada perencanaan pensiunnya bukan pertanda ia tidak menikmati kariernya. “Saya cinta profesi ini, tapi saya lebih cinta diri saya sendiri. Saya ingin bisa memilih untuk pensiun,” ujarnya. Ia juga ingin lebih banyak waktu untuk keluarga dan orang tercinta. Karena bekerja begitu keras di awal-awal karier untuk menopang keluarga, ia jarang menemani anak-anaknya saat mereka masih kecil.

Namun, jika nasabahnya atau penasihat lain merasa tidak cocok dengan cara tersebut, De Leon mengerti. “Kalau orang ingin tetap bekerja, saya hormati pilihannya. Tapi saya harus menghormati pilihan saya juga. Lebih baik saya siap tapi memilih tidak pensiun daripada panjang umur untuk pensiun tapi tidak siap. Saya berusaha memastikan apa pun keputusan saya kelak, saya bahagia — entah memilih tetap berkarier setelah lewat usia 60 atau memilih jalan lain dan purnabakti.”

Kontak

Marlon De Leon marlon_deleon@sagicor.com